Follow me on Twitter RSS FEED

Menantang Jeram Sungai Cikapundung

Posted in

TEMPO Interaktif, Bandung - Pagi yang hangat setelah semalaman diguyur hujan. Matahari mulai menampakkan sinarnya di tengah kawasan hutan Kota Bandung yang masih dingin. Hiruk pikuk masyarakat mulai ramai di kawasan Babakan Siliwangi Bandung dan sepanjang kawasan Sungai Cikapundung Atas.

Di Festival Cikapundung yang berlangsung Minggu (26/12) kemarin, masyarakat Kota Bandung berbaur, bermain permainan adat seperti engrang, lomba gebug bantal, serta berkuliner.
Tepat pukul 09.00, sepuluh mobil land rover dengan membawa perahu karet, masyarakat, para pejabat pemerintah kota, serta jurnalis menuju Curug Dago Atas. Curug dengan ketinggian kurang dari 10 meter menjadi titik awal untuk menikmati aliran Cikapundung Atas. Sayangnya kawasan Curug Dago yang menjadi start awal menikmati riam Cikapundung sudah tak terurus. Jalan tangga menuju sungai Cikapundung sudah tidak layak, bahkan sudah tidak pernah lagi diperbaiki sejak pertama kali dipugar puluhan tahun lalu.

Tak banyak yang familiar kalau jalur sepajang kurang lebih 5 kilometer, dari kawasan Curug Dago sampai Babakan Siliwangi bisa menantang adrenalin olah raga air arung jeram.

Seakan ingin segera menantang riam, puluhan orang yang sudah menunggu untuk memulai dibukanya kawasan aliran Cikapundung dari Dago Atas ke Babakan Siliwangi menjadi kawasan wisata arung jeram, bersorak riang. Debit air yang lumayan deras semakin memacu untuk segera mengayuhkan dayung.

Memulai perjalanan, kami langsung menikmati riam pertama yang perlu kerja ekstra keras untuk mengendalikan perahu karet yang kami tumpangi. Karena banyaknya peserta dan tak ingin melewati moment pertama, para peserta arung jeram langsung berlomba untuk mendahului. Alhasil tabrakan perahu di tengah riam menjadi moment pertama yang mengasyikkan, dan membuat sekujur tubuh basah kuyup.

Sungai Cikapundung Atas, atau kawasan Coblong, boleh dibilang masih berupa alam perawan. Batu batu besar di tengah sungai menjadikan suasana arung jeram tambah mengasyikkan. Ada delapan riam yang cukup memacu adrenalin.

Di tengah batu batu besar, beberapa kali perahu yang kami tumpangi harus menabrak. Kami harus kerja ekstra untuk menggoyangkan dan mengayuh perahu agar bisa melanjutkan perjalanan. Walaupun perjalanan hanya sekitar dua jam, namun, tenaga terkuras habis untuk mendayung.

Yang paling menantang ketika memasuki Kampung 200, di mana aliran sungai menjadi sangat sempit dengan riam yang lumayan deras karena di kiri dan kanan diapit batu besar, sehingga sungai hanya bisa dilewati satu perahu. Di kawasan ini, peserta arung jeram, harus eksta hati hati karena perahu bisa tiba-tiba terbalik seperti yang kami alami. Wali Kota Bandung Dada Rosada yang ikut dalam rombongan kami, basah kuyup dan terpental dari perahu.

"Ini sangat mengasikkan, dan saya tidak kapok, Saya pertama kali arum jeram di Cikapundung ini," ujar Dada Rosada yang harus menelan tawarnya air Cikapundung. Terbaliknya perahu yang kami tumpangi ini membuat panik peserta arung jeram.

Selain kuliner, saat ini riam Cikapundung menjadi andalan wisata Pemerintah Kota Bandung. Sejak 2004 lalu, pemerintah terus mengkampayekan kawasan Cikapundung agar menjadi kawasan yang bersih, dan bebas dari sampah. Alhasil, sampah Cikapundung mulai Curug Dago sampai babakan Siliwangi berkurang drastis. Namun disayangkan, masih ada saja sebagian masyarakat membuang hajat ke sungai.

"Ini menjadi PR kita, tahun depan pemerintah akan membangun septic tank komunal bagi masyarakat. Tapi pembungan sampah dan kotoran rumah tangga ke Cikapundung sudah sangat berkurang," ujar Wakil Wali Kota Bandung, Ayi Vivananda.

Ayi yang juga penggagas Festival Cikapundung ini menambahkan, untuk menjaga lingkungan Sungai Cikapundung, pemerintah akan memanam ratusan pohon vegetasi sungai untuk menahan abrasi. Sejumlah posko dan infrastuktur juga akan dibangun. Pemerintah juga terus berkampanye agar masyarakat tidak membuang sampah di sungai.

"Pemerintah akan terus menggelar Festival Cikapundung, paling tidak untuk tiga tahun ke depan semasa kepemimpinan saya,” ujar Dada Rosada

Sungai Cikapundung sendiri bermuara di Sungai Citarum, Kabupaten Bandung dengan hulu di pegunungan Maribaya, Kabupaten Bandung Barat. Dengan panjang 15, 5 kilometer, Sungai Cikapundung membelah Kota Bandung. Saat ini baru 5 kilometer aliran sungai ini yang dijadikan wisata arung jeram. "Kalau debit airnya sedang deras, akan tambah menantang untuk menaklukan riam Cikapundung," ujar Yedi Irwandi dari Anhang Adventur Bandung.

Untuk menantang jeram Cikapundungpun masyarakat tidak perlu mengeluarkan kocek yang besar. Hanya dengan uang Rp 150 ribu per orang, Anda bisa menikmati perjalanan arung jeram yang lumayan menantang. Wisata arung jeram Cikapundung bisa menjadi wisata alternative di Kota Bandung, setelah wisata kuliner dan belanja.


ALWAN RIDHA RAMDANI

Lomba Arung Jeram Perahu Karet Antar Media


BOGOR - Tim Arung Jeram Radar Bogor Group menunjukkan peningkatan cukup signifikan menjelang Kejurnas Antarmedia di Sungai Citatih, Sukabumi, 30 dan 31 Oktober mendatang. Hal ini terlihat dari latihan slalom yang dilakukan di Sungai Ciliwung, kemarin. Faturahman S Kanday dan kawan-kawan mampu menaklukkan gate dengan mudah.

Manajer Tim Arung Jeram Radar Bogor Group, Andi Ahmadi mengatakan, melihat peningkatan yang sangat cepat ini, ia optimis timnya bisa menyabet gelar juara. Karena itu, ia meminta agar para atletnya bisa memanfaatkan waktu yang tersedia ini untuk memoles kemampuan.“Saya yakin bisa menang. Setidaknya masuk tiga besar. Apalagi semangat anak-anak sangat bagus. Terbukti mereka menjalankan latihan setiap hari,” kata Andi di sela-sela latihan, kemarin.

Ia mengatakan, kemajuan tim juru warta itu tak lepas dari dukungan PT Boogie Advindo. Karena selama melakoni latihan, mereka mendapat pinjaman peralatan. Mulai perahu, helm, pelampung dan dayung. Bahkan, hingga menjelang pertandingan, peralatan tersebut bebas digunakan setiap saat.

“Dukungan peralatan ini sangat membantu kita. Karena sebagai tim pemula, kita perlu latihan sesering mungkin. Jika harus menyewa, maka akan sulit,” jelas General Manajer Radar Sukabumi dan Radar Depok itu.

Sebagai media lokal, tim Radar Bogor Group bertekad mengharumkan nama Bogor di kejuaraan tingkat nasional itu. Terlebih mereka mendapat dukungan dari Pemkab dan Pemkot Bogor.

Keyakinan Andi kian bulat setelah pelatih mereka, Acep Suwandi mengakui kemampuan Fatur cs. Sebagai rifter nasional, Acep melihat kemampuan anak-anak Radar Bogor sudah sangat bagus. Bahkan bisa disetarakan dengan pemain yang sudah lama latihan.

“Saya yakin pasti juara. Kemajuan mereka luar biasa. Secara teknik sudah mumpuni. Semoga saja tak ada halangan saat kejuaraan nanti,” tegas pria yang juga anggota Mahasiswa Pencinta Alam Pakuan (Wapalapa) itu. (leo)

Wapalapa Ingin Pertahankan Gelar

Posted in

Tim Arung Jeram Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Pakuan (Wapalapa) terus menjalankan latihan rutin menjelang kejurnas arung jeram, di Sungai Citarum, Saguling, Ciranjang, 29-31 Juli mendatang. Setelah menjalani latihan fisik selama dua minggu di Universitas Pakuan, program dilanjutkan di Situ Gede selama empat hari, (22-25/7). Kemudian di Cianten, Ciampea, dua hari (26-27/7).

Ditemui Radar Bogor saat latihan terakhir di Situ Gede, kemarin, Pelatih Arum Jeram Wapalapa, Acim Sunandi mengatakan, saat ini kesiapan timnya sudah cukup matang. Karena sebagian besar atlet yang akan turun di kejuaraan nanti merupakan atlet senior yang telah membela Wapalapa di kejurnas dua tahun lalu. Wapalapa bertekad mempertahankan gelar juara, karena selama dua kali berturut-turut mereka membawa pulang predikat juara umum.

“Kita ingin kembali menjadi juara,” kata Acim. Itong -sapaan akrab Acim- mengatakan, pada kejuaraan nanti Wapalapa akan menurunkan dua tim yang akan bertanding di kelas mahasiswa. Tim pertama merupakan para atlet senior, sedangkan satu tim lagi adalah junior.

Tim senior ditargetkan menjadi juara, sedangkan para junior hanya ditargetkan masuk lima besar.
“Kita perlu melakukan pembibitan, karena yang senior sebentar lagi akan lulus,” jelasnya.

Selama menjalankan latihan di Situ Gede, para atlet dituntut fokus menjalani latihan teknik dayung dan power. Karena itu, mereka terus dipaksa berlatih di atas perahu selama mungkin.

Usai menyelesaikan latihan power kemarin, hari ini seluruh tim diberangkatkan ke Sungai Cianten. Rencananya, mereka menjalankan latihan selama dua hari. “Selama di sungai, kita akan mempertajam teknik membaca arus sekaligus melakukan orientasi jalur. Saya pikir dua hari di sungai sudah cukup, kerena mereka sudah biasa menjalaninya,” ujar Itong yang juga masih akan turun memperkuat tim senior. Sesuai rencana, anak-anak Wapalapa ini berangkat ke tempat pertandingan pada Rabu (28/7). (leo)

Arung Jeram di Tangan Hendi Rohendi

Posted in
Oleh NELI TRIANA dan J WASKITA UTAMA

Sambil duduk di perahu karet, Hendi Rohendi dengan mimik serius memandang satu per satu anggota Tim Ekspedisi Kompas Ciliwung 2009. Setelah terdiam sejenak, ia lalu berkata pelan dan tegas, ”Saya perlu mengatakan bahwa yang paling berbahaya dan harus diwaspadai dalam berarung jeram adalah risiko ketagihan.”

Tanpa diduga, lelaki yang akrab dipanggil Abo ini tertawa berderai. ”Sudah- sudah, tak perlu tegang. Asalkan tidak mengabaikan peraturan yang berlaku dan tahu batas kemampuan kita, arung jeram akan menjadi kegiatan yang menyenangkan,” katanya, Minggu (18/1) di Batu Layang, Puncak, Bogor, Jawa Barat.Minggu pagi itu adalah hari pertama tim ekspedisi turun menyusuri Sungai Ciliwung dari hulu hingga hilir. Pada bagian hulu, Ciliwung dipenuhi jeram di level cukup tinggi, 2 sampai 4. Anggota tim ekspedisi yang nyaris tidak memiliki pengalaman berarung jeram sempat tegang dan takut. Namun, dengan gurauan akrab dan menenangkan dari Abo, semangat pun terpompa.

Rasa aman tim pengarung sungai makin tebal setelah tahu Abo ternyata satu-satunya orang Indonesia yang saat ini menjadi instruktur arung jeram bersertifikat Federasi Arung Jeram Internasional (IRF).

Sebagai instruktur bersertifikat, Abo menguasai keahlian mengendalikan perahu, membawa penumpang, hingga analisis jeram dan tingkat bahayanya, serta menguasai teknik penyelamatan saat terjadi kecelakaan. Sebagai instruktur bersertifikat, ia diakui secara internasional untuk mendidik orang menjadi pemandu (guide) atau pemimpin perjalanan (trip leader).

”Kalau dikatakan bersertifikat, mungkin belum 100 persen benar karena sertifikatnya belum sampai ke rumah saya di Cimandiri, dekat Citarik, Sukabumi. Mungkin karena tempat saya terpencil sehingga kirimannya susah sampai,” kata Abo sambil memasang senyum lebar.

Atas dasar cinta

Bagi Abo, ada atau tidak ada sertifikat memang tidak menjadi soal. Berarung jeram sudah dilakoninya sejak 15 tahun lalu. Menurut dia, wajar saja ia memiliki berbagai kemampuan karena selama belasan tahun itu ia setiap hari mendalami bermacam teknik dan pengetahuan baru yang terkait dengan arung jeram. Orang lain pun akan bisa mencapainya jika berada dalam kondisi sama dengannya.

Abo mengatakan, keberhasilannya saat ini hanyalah buah dari kecintaan terhadap arung jeram. Sejak masa remaja, ia kerap melihat arung jeram di Sungai Cimandiri, yang dipelopori salah satunya oleh Lody Korua dari Arus Liar.

Layaknya remaja lain di desanya, awalnya ia tertarik melihat perahu karet yang ditunggangi Lody. Dari sekadar meraba-raba perahu karet dengan rasa kagum, ia mulai tertarik memerhatikan bagaimana orang mengendalikan perahu untuk mengarungi sungai.

”Selepas SMA saya sempat ikut kakak bekerja di konstruksi bangunan. Ternyata pekerjaannya berat. Saya juga agak takut ketinggian, jadi akhirnya balik ke kampung. Menganggurlah saya sampai Lody menawari untuk menjadi pemandu perahu membawa wisatawan di Citarik. Saya termasuk angkatan pertama perekrutan pemandu di Citarik,” kata Abo, pria lulusan SMA ini.

Ia langsung meraih kesempatan itu. Bersama tujuh calon pemandu lain yang juga berasal dari desa-desa sekitar, ia berangkat ke Bali untuk menjalani pelatihan pemandu di Sungai Ayung, tahun 1994. Pada saat itu, ia dinobatkan sebagai lulusan terbaik.

Tubuhnya yang menjulang, lebih dari 170 sentimeter, dianggap sebagai berkah. Untuk mengendalikan perahu dari belakang (buritan perahu) guna melewati jeram, ternyata lebih mudah bagi orang bertubuh tinggi. Abo semakin bersemangat dan percaya diri untuk tetap mendalami arung jeram, sebagai hobi maupun profesi. Sejumlah kursus lain dilahapnya demi memperdalam kemampuan, antara lain kursus pemandu internasional di Bali tahun 2001 dan 2002.

Tak berhenti sebatas menjadi pemandu, atas ajakan Lody, ia merambah profesi baru sebagai atlet arung jeram. Ia membela Indonesia pada Kejuaraan Dunia Arung Jeram 2007 di Korea Selatan. Kala itu, bersama tim, ia mampu mendudukkan Indonesia di peringkat 12 dari 20-an peserta dari seluruh dunia.

Penjelajahannya di sungai-sungai berjeram juga tak hanya terhenti di Citarik, tetapi pada lebih dari 20 sungai di Indonesia, termasuk sungai-sungai di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Kecintaannya pada arung jeram juga diwarnai pengalaman buruk. Saat survei sungai di Way Semangka, Lampung, pada 1997, ia sempat terjatuh dari perahu dan nyaris mati karena terseret arus sepanjang hampir satu kilometer.

Tularkan ilmu

Ia masih menjalani pekerjaan sebagai pemandu bersama sekitar 35 orang lain di Citarik di bawah bendera Arus Liar. Satu kesamaan di antara para pemandu itu, semuanya adalah penduduk setempat. Bedanya, Abo juga menjabat sebagai Manajer Pendidikan dan Pengembangan, serta Manajer Adventure Product Arus Liar.

Diakui Abo, sebagai instruktur ataupun manajer bukanlah karier tertinggi yang ditawarkan dalam profesinya. Lody Korua menambahkan, dalam karier seorang pengarung jeram profesional, ada beberapa jenjang yang harus dilalui. Pertama adalah guide atau pemandu yang bertanggung jawab dalam satu perahu, trip leader atau penanggung jawab satu rangkaian perjalanan (bisa terdiri lebih dari lima perahu), instruktur atau orang yang mengarahkan dan mendidik guide dan trip leader, serta yang tertinggi adalah asesor, orang yang bisa mendidik dan menganggap layak seseorang menjadi instruktur.

Namun, Abo merasa ia justru ingin menggapai mimpi yang lain daripada mengejar karier. Mimpinya adalah mendirikan sekolah khusus pemandu. Berdasar pengalaman di Arus Liar, mendidik pemandu membutuhkan waktu 2,5 bulan. Bahkan bisa sampai enam bulan untuk menjadi pemandu lebih berkualitas.

Dengan adanya sekolah pendidikan pemandu, ia berharap bisa memunculkan lebih banyak pemandu arung jeram dari penduduk setempat. Alasannya, penduduk lokal di sekitar Citarik masih banyak yang menganggur maupun merantau ke kota sekadar menjadi buruh.

”Saya bisa seperti ini karena jasa Lody Korua. Ia tidak hanya mendidik saya, tetapi juga sebagai ayah yang membesarkan saya. Saya tidak pernah berpikir pindah ke operator lain meski banyak sekali tawaran. Saya hanya berharap bisa menggapai cita-cita mendirikan sekolah pemandu, karena itu juga bentuk penghargaan kepada Lody,” kata Abo.(MULYAWAN KARIM)

Download Catalog

Posted in
Anda Bisa Download Katalog Produk-produk Perahu Karet dan Garment Boogie Advindo, dengan cara mengklik Link download di bawah ini :

Produk Boat 2010


Produk Garment 2010

Agung Laksono Naik Perahu Karet Menyusuri Ciliwung

Posted in

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono bersama Menteri Sosial Salim Segaf Al'Jufrie dan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menaiki perahu karet berwarna merah menyusuri Kali Ciliwung dari Jembatan Kampung Melayu menuju Pintu Air Manggarai, Sabtu (5 Desember 2009).Agung Laksono, Fauzi Bowo, dan Salim Segaf Al'Jufrie berada dalam satu perahu karet merah dan mengenakan pelampung. Terlihat mereka sempat melambaikan tangan kepada warga yang menonton dari atas Jembatan Kampung Melayu.

Sekitar pukul delapan pagi, perahu karet Menteri beserta iring-iringannya berangkat menuju Pintu Air Manggarai. Terlihat 11 perahu karet merah bertuliskan Departemen Sosial dan Pemadam Kebakaran mengiringi perahu karet Menteri.

Penyusuran Kali Ciliwung oleh Menko Kesra ini merupakan rangkaian program kunjungan kerja Menko Kesra ke kawasan perumahan dan permukiman di bantaran Kali Ciliwung.

Naik Perahu Karet, Foke Susuri Ciliwung

Posted in

'Stop Nyampah di Kali'
JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo beserta istri dan jajaran Pemprov DKI menyusuri aliran Sungai Ciliwung dari Menteng Tenggulun hingga Halimun, Jakarta, dalam rangka kampanye Kali Bersih III bertema "Stop Nyampah di Kali" menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-483 DKI Jakarta, Minggu (20/6/2010).Gubernur bersama jajaran Pemprov DKI yang tiba sekitar pukul 10.00 kemudian menaiki perahu karet berwarna oranye untuk memantau kondisi sampah di sepanjang aliran sungai tersebut. Sebelumnya, Gubernur beserta jajarannya meninjau permukiman penduduk di Menteng Tenggulun.

"Saya mulai dari Menteng Tenggulun. Saya lihat banyak warga yang membersihkan saluran di depan rumahnya. Cuma, dibuang ke mana sampahnya? Kebiasaan buruk membuang sampah di sungai itu masih ada," ujar Fauzi Bowo.

Acara peninjauan Gubernur beserta jajarannya dalam kampanye Kali Bersih III tersebut bertajuk "Kado untuk Jakarta". Dalam tinjauannya, Gubernur menyerahkan bantuan kepada warga bantaran Kali Ciliwung berupa tong sampah, truk sampah, tempat pembuatan kompos, dan pohon.

Peninjauan akan dilaksanakan di Sungai Ciliwung mulai dari Jembatan Kelapa Dua Depok, Serengseng Sawah, hingga Muara Teluk Jakarta, Jakarta Utara, guna mengejar target pelaksanaan program Ciliwung Bersih Tanpa Sampah pada 2012.

Produksi Perahu Karet Boogie

Posted in

Suasana pembuatan perahu karet di bengkel kerja PT Boogie Advindo, Kedung Halang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/2/2010). Memasuki musim penghujan, PT Boogie Advindo mampu memproduksi perahu karet sekitar 70 buah per bulan. KONTAN/BAIHAKI SPECIAL INSTRUCTIONS
RESTRICTED TO EDITORIAL USE
Format : JPEG (Join Photographic Experts Group)
Width : 3878 px
Height : 2592 px
Size : 1.0 MB
License type : Editorial Used
Release information : N/A

10 February 2010

Rektor UNPAK Sumbang Perahu Karet

Posted in

BOGOR - Rektor Universitas Pakuan (Unpak) Bibin Rubini memberikan sebuah perahu karet kepada Mahasiswa Pencinta Alam Unpak (Wapalapa), kemarin. Bibin mengatakan, pemberian tersebut merupakan wujud apresiasinya terhadap unit kegiatan mahasiswa (UKM) Wapalapa yang selalu membawa nama baik dan mengharumkan Unpak di bidang olahraga maupun kemanusiaan.
“Selama dua tahun berturut-turut, mereka menjuarai arung jeram tingkat nasional dan selalu siaga bencana, baik diperintah maupun tidak,” ujarnya kepada Radar Bogor. Ia mengatakan, perahu karet bisa digunakan dalam latihan SAR, bencana dan memajukan olahraga arung jeram. Lebih lanjut ia mengatakan, dengan dukungan Unpak untuk mewujudkan visinya sebagai perguruan tinggi mandiri, unggul dan berkarakter, mahasiswa tak hanya berjiwa wirausaha, namun memiliki jiwa tolong-menolong.
“Ini jadi media pembelajaran di dalam kampus sesuai minat dan bakat di bidang tertentu, makanya saya mendukung penuh,” tuturnya.
Menurut Bibin, Wapalapa sudah dikenal baik di dalam maupun di luar kampus, khususnya di bidang kemanusiaan.
Sementara itu, Ketua Wapalapa, Melan Ferdianto mengatakan, dirinya sangat berterima kasih atas dukungan rektor Unpak. Pemberian perahu tersebut sangat bermanfaat guna mendukung aktivitas Wapalapa di bidang arung jeram maupun kemanusiaan.
“Rencananya, perahu karet ini akan digunakan perdana untuk arung jeram bersama rektor dan dosen Unpak dalam waktu dekat,” ucapnya. (yud)(Sumber : Radar Online 19/10)

Terus Terapung Dengan Boogie

Posted in

Produsen peralatan outdoor sport yang bermarkas di Bogor, Jawa Barat ini awalnya hanya memproduksi sandal gunung. Namun seiring berjalannya waktu dan juga perkembangan perusahaan yang terus membaik mereka akhirnya juga memproduksi berbagai perlengkapan lain seperti sepatu gunung, outdoor apparel hingga perahu karet. Sejak berdiri tahun 1991 reputasi daan inovasi positif mereka tidak pernah mengendur sedikitpun.

Salah satu produk Boogie yang sangat terkenal kehandalannya adalah pelampung. Jujur saja ini adalah barang yang sangat penting untuk kita para pemancing yang ironisnya sering terlupakan karena kita terlalu memuja “tackle” kita dan bukannya keselamatan kita. Kalaupun ada pelampung di kapal kita biasanya kondisinya mengenaskan karena tidak terawat dan itupun pelampung biasa yang harganya murah meriah yang disediakan oleh pemilik kapal. Kadang malah tidak ada pelampung sama sekali.Ini tidak bisa disalahkan kepada pemilik kapal karena sudah semestinya kita sendirilah sebagai orang yang “bermain” di laut dan sungai yang pertama kali memikirkan keselamatan kita tanpa menunggu orang lain memikirkannya.

Pelampung dari Boogie adalah produk anak negeri yang layak dihandalkan karena mereka membuat pelampung ini berdasarkan pengalaman segudang yang mereka dapatkan selama berkecimpung di olahraga air seperti arung jeram (rafting) dan kayaking. “Kami tak hanya mahir dalam memproduski berbagai perlengkapan alam bebas tersebut, kami juga pelaku aktif petualangan dan olahraga alam bebas, sehingga secara langsung kami juga mengetahui apa kebutuhan setiap para petualang,” demikian pernyataan Boogie di website resmi mereka.

Image
Bahannya bagus dan nyaman dipakai

Sandi Taruni, staff di PT. Boogie Advindo mengatakan bahwa pelampung mereka dibuat dari bahan yang berkualitas sangat baik yakni torin dan koralon. Pelampung-pelampung tersebut juga bisa digunakan di freshwater ataupun saltwater area. Hanya saja disarankan usai pemakaian di saltwater area dicuci dengan menggunakan air tawar untuk kemudian disimpan di tempat yang tidak terkena cahaya matahari secara langsung.

Karena ini produk yang dibuat untuk keselamatan jiwa, masalah kekuatan yang bersinggungan dengan daya apungnya selama di air menjadi perhatian yang sangat serius dari Boogie. “Karena menggunakan polyfoam maka tidak akan terjadi pengempesan selama pelampung tersebut dalam kondisi baik tentunya. Yang biasanya ada pengempesan adalah pelampung yang berisi udara atau carbondioksida. Pelampung kami ini adalah produk penyelamatan jiwa, maka kami membuatnya dengan mengedepankan safety dan kenyamanan tentunya,” demikian Sandi.

Bagi Anda yang berminat membeli pelampung Boogie untuk melengkapi aksesoris pendukung mancing Anda tidak usah khawatir kesulitan menemukan produk ini sebab produk-produk Boogie dapat dengan mudah ditemukan di outlet-outlet outdoor sports di hampir seluruh Indonesia.(MR)

Dengan Kayak, Menantang Jeram Seorang Diri

Posted in
Tiga tahun sudah Deddy Irwan berkenalan dengan kayak, sebuah permainan menantang jeram sungai yang ganas. Namun, anak muda kelahiran Bukit Lawang, Langkat ini merasa belum puas apa yang sudah diraih. Ia berkeinginan kayak bisa menjadi tren dalam dunia
petualangan, layaknya rafting dengan perahu karet.

Bagi Deddy, menantang jeram dengan kayak, nikmatnya memang nggak ketulungan. Dibanding perahu karet, kayak jelas menawarkan tantangan yang lebih. Bayangkan, rangkaian jeram yang tersaji di depan mata harus dilewati seorang diri, meski pengarungan dilakukan berkelompok. Untuk itu, tentu butuh nyali dobel. Inilah cara yang bisa memuaskan hati para pencari adrenalin. Selain menawarkan tantangan, kayak juga mengajarkan kemandirian. Seorang kayaker tak pernah menggantung nasib pada orang lain. Ia harus sanggup melahap jeram seorang diri. Salah manuver, risiko
tanggung sendiri. Itu sebabnya, seorang kayaker dituntut mampu membuat keputusan sendiri.

"Kalau kita main kayak semuanya harus bisa dilakukan sendiri. Dari melewati jeram, manuver, mendayung sampai ambil keputusan. Kalau ada trouble ya kita harus bisa ngatasi sendiri. Pokoknya semua dinikmati sendiri," timpal Anas Ridwan (35), pehobi kayak dari Bogor. Dari semua yang serba sendiri itu, Anas justru melihat tantangan yang ditawarkan lebih besar. Rasa dag-dig-dug yang muncul pun beda jauh bila kita mengarungi jeram dengan perahu karet. Kata Anas, bila pakai perahu karet, unsur ketergantungan antar pedayung masih kental sekali. Pekerjaan tim jadi nomor satu. Seorang pedayung bikin salah, manuver yang dilakukan tak sampai fatal. Sebab,
pedayung lain bisa menutupi kesalahan itu. Jadi, mau nggak mau, nyali
seseorang buat melewati sebuah jeram tak pernah tipis.

Tahun 1990 menjadi momen pertama Anas bersentuhan dengan kayak. Ia kesengsem dengan dunia ini gara-gara tawaran tantangan yang berlebih tadi. Dari situ, Anas pun banyak menimba ilmu pada jago-jago kayak kelas dunia. "Saya pernah belajar sama Made Brown, James Cassey dan Robin Gant. Dan satu lagi dengan Joe. Dia ini orang Amerika yang
dikenal sebagai fotografer dan cameraman olahraga arus deras." Sebelumnya, pemilik produsen perahu karet bermerek Boogie ini telah bermain jeram dengan perahu karet.

"Kalau saya dulu belajar kayak banyak dibantu Abdul Halim. Dia ini orang Jerman yang punya usaha wisata arung jeram di Sungai Bahorok, Bukit Lawang. Kebetulan di belakang rumah saya dulu dilewati rute pengarungan mereka," kisah Deddy yang punya favorit berkayak di Sungai Asahan. Sungai bahorok ini punya grade (tingkat kesulitan)
antara 1 dan 2. Jadi sangat layak untuk diarungi.

Kekerasan Abdul Halim untuk memicu Deddy terlibat jauh dengan kayak patut diacungi. "Dia tuh nggak pernah bosan untuk dorong aku supaya serius menekuni hobi ini. Dia juga pernah bilang masak anak Medan tak jago kayak padahal punya sungai menantang macam Asahan," kata Deddy sambil tersenyum.

Bantuan yang diberikan Abdul Halim bukan saja berupa peralatan
bermain tapi juga teknik-teknik dasar pengarungan. Akhirnya, setiap
hari pelahap bakso ini latihan di bawah bimbingan Abdul Halim. "Kalau
dia sibuk, aku latihan sendiri. Pokoknya setiap hari latihan di
Sungai Bahorok itu," ujarnya. Usaha keras itu tak sia-sia, Deddy
berhasil menyabet kampiun dalam lomba kayak tingkat Asia di Sungai
Sedim, Malaysia tahun 2001 dan 2002.


Belum Populer

Dari segi kepraktisan, kayak juga lebih unggul ketimbang perahu
karet. Kayak tak perlu dipompa, sebab bahan dasarnya dari campuran
plastik dan fiber. Bentuknya pun simpel, kurus memanjang dengan satu
deck kecil untuk seorang pedayung. Dengan begitu, mobilitas kayak
jelas lebih mudah. Seorang kayaker dijamin sanggup portaging
(membawa) kayak sendiri.

Di negara kita, hobi kayak arus deras memang belum populer. Kayak
lebih dikenal sebagai salah satu mata lomba dalam olahraga dayung.
Media bermainnya lebih banyak memakai danau yang berair tenang, bukan
sungai berjeram menantang. Menurut Anas dan Deddy, kayak bukan saja
asyik dimainkan di sungai berarus deras, tapi juga nyaman untuk
surfing di laut atau melintasi air terjun.

"Di Malaysia, wisata mengarungi sungai justru lebih populer dengan
kayak ini. Perahu karet memang ada tapi nggak begitu populer," sebut
Anas. Di negeri jiran ini, iklim kompetisi kayak arus deras juga
lebih kompetitif. Tiap tahun, paling tidak ada lima sampai enam
kompetisi yang rutin dimainkan. Di tingkat dunia, kayak telah
dimainkan dalam pesta olahraga multi event, olimpiade musim panas
sejak 1988.

Beberapa waktu lalu, Indonesia sempat menggebrak dengan kompetisi
kayak bertaraf internasional. Dan terbukti sukses. Kayaker-kayaker
pun datang dari penjuru dunia. Mereka merasa tertantang untuk
menaklukkan ganasnya jeram sungai Asahan. Namun, ketika pemerintah
daerah mengambil alih, lomba justru gagal dilaksanakan.

Geliat kayak di negara kita memang belum kentara. Kayak harus
mengalah pada kepopuleran perahu karet sebagai media bertualang di
sungai. "Timing-nya memang belum pas. Tapi kalau lomba sudah berjalan
teratur, saya yakin popularitas kayak akan melebihi perahu karet,"
ujar Anas yang sempat ikut lomba kayak di sungai Sedim, Malaysia
tahun 1998, dengan nada optimis.

Dibanding cabang dayung lainnya, seperti rowing dan kano, kayak punya
perbedaan mendasar. Pada rowing, dayung yang digunakan adalah dayung
berdaun satu, dan pendayung duduk membelakangi arah perahu melaju.
Pada kano, dayung yang dipakai adalah dayung berdaun satu, si
pendayung beraksi dengan satu kaki berlutut dan satu kaki lagi
setengah tertekuk, serta menghadap ke arah perahu melaju. Sementara,
untuk kayak, dayung yang digunakan lebih panjang daripada dayung kano
dan dayung rowing, dengan daun dayung di kedua ujungnya. Dengan satu
dayung panjang berdaun dayung dua, pengayuh kayak harus mendayung
bergantian di sisi kiri dan kanan.


Diah Rahayuningsih S


TIPS
Memilih Kayak Sebelum memutuskan bertualang, kita harus jeli memilih
kayak. Jangan sampai acara buyar hanya karena salah pilih "kendaraan
luwes" ini. Ada beberapa perbedaan mendasar pada kayak yang dipakai
untuk mengarungi sungai arus deras dengan kayak laut.


"Untuk kayak laut, bahan bakunya lebih banyak dipakai fiber. Campuran
plastiknya sedikit. Tapi kayak sungai, justru campuran plastiknya
yang lebih banyak," kata Deddy. Makin besar campuran plastik, kayak
pun akan semakin liat. Ini penting untuk menghadapi benturan pada
rintangan, seperti batu.


Kayak yang lebih panjang lebih mudah didayung untuk jarak jauh
daripada kayak pendek. Jenis ini juga dapat memuat lebih banyak
barang dan lebih steady di air. Jenis ini lebih banyak dipakai untuk
petualangan di laut. Bandingkan dengan kayak pendek, biasanya kurang
dapat menopang berat dan lebih mudah terbalik. Tetapi untungnya,
kayak yang pendek bisa membawa ke tempat yang tidak dapat dimasuki
kayak panjang. Bentuk ini lazim dipakai untuk mengarungi sungai.


Kayak yang lebih lebar akan lebih mudah dinaiki dan mudah turun,
selain itu akan lebih kokoh di atas air. Ruangan yang cukup untuk
peralatan, itu sudah pasti.

Sedang kayak yang lebih ramping itu lebih ringan dan efisien
mengarungi air. Kayak yang ramping juga lebih mudah kembali ke posisi
semula setelah terbalik.


Kayak dengan bentuk lambung rata (flat) punya stabilitas lebih saat
istirahat. Ini sangat sempurna untuk mendayung dengan nyaman dan
santai. Flat ini dimaksudkan untuk memutar arah dengan mudah, namun
bisa juga berjalan lambat ketika dipenuhi perlengkapan.

Kayak yang bagian bawahnya berbentuk melingkar memiliki kemampuan
sebaliknya., tetapi mempunyai stabilitas melewati arus air.

Dengan kata lain, bila kita naik kapal akan bergoyang, lama-lama akan
dirasakan stabil. Flat yang berbentuk melingkar dirancang untuk
kecepatan dan efisiensi menembus arus air, selain itu juga
mempermudah memutar kembali dari posisi terbalik.


Permukaan yang melengkung dan datar memungkinkan hubungan saling
menunjang antara lambung (hull) bentuk flat dengan dasar yang
melingkar. Jenis ini bisa stabil saat kayak diam di atas air juga
baik saat digunakan.

Kayak dengan dasar permukaan seperti ini akan lebih efisien melewati
air dan lebih tegar di jalurnya, selain itu gerakannya dapat
diprediksi jika ada gelombang.

(Diah Rahayuningsih s)
sumber : Suara Pembaruan, 6 Juli 2003

Diterkam Thermal di Gunung Guntur

Posted in
Banyak cara untuk bertualang. Kalau naik gunung? Sudah biasa. Kalau naik gunung lalu terbang dari lerengnya yang terjal dengan paralayang? Ini baru paduan petualangan yang mengasyikkan. Itulah yang dilakukan oleh sebelas penerbang yang tergabung dengan Tim Paralayang Boogie.

Ber-Landrover Ria
Setelah molor satu jam dari jadwal yang ditentukan, Hari jumat pukul 20.20 rombongan besar yang terdiri dari 23 orang meninggalkan Puncak, Bogor. Tiga landrover Boogie dan 4 mobil lainnya yang penuh dengan perlengkapan terbang, beriringan menderu di tengah kepadatan lalulintas jalur Puncak – Cipanas.
“ini kan akhir minggu panjang, pantesan aja padat merayap, mestinya kita berangkat lebih siang jadi nggak kena macet,” ungkap salah satu personil sedikit protes. Tetapi kemacetan ternyata nggak begitu lama, karena begitu lepas pasar Cipanas lalu lintas langsung cair. Rombongan kereta besi ini pun langsung menderu menuju Gunung Guntur yang terletak di Kabupaten Garut.
Baru sekitar jam 1.30 dini hari rombongan sampai di kawasan wisata Cipanas, Terogong, Garut. Lumayan juga pantat ngeglosor di atas jok landrover selama 5 jam lebih. Agar kondisi fisik tetap fit esok pagi, begitu sampai kamar hotel yang telah disediakan oleh Dinas Pariwisata Garut pasukan langsung merebahkan diri, istirahat. Tidur terasa hanya sekejap, belum sempat bermimpi indah pasukan harus bangun lagi dan siap untuk jalan.
”Mas sudah siang, katanya jam 5 pagi kita harus sudah begerak, ini udah jam setengah lima lebih,” ujar Rofiq sang penghubung porter yang bangun paling cepat. Saya yang jadi ketua rombongan pun langsung berdiri dan membangunkan pasukan yang masih nyenyak tidur. Nggak tega rasanya, tetapi sesuai jadwal rombongan harus mulai jalan pukul 5 pagi. “Wah mata masih sepet nih, baru aja ngegeletak sudah harus bangun lagi. Jadi nih kita naik Gunung Guntur?” ujar Erick si tukang potret dengan mata yang masih sayu.
Setengah jam kemudian semua sudah siap dengan perlengkapan masing-masing, tetapi Cuenk yang menjemput para porter belum datang juga padahal udah cukup lama. Baru pukul 5.30 rombongan porter yang terdiri dari sepuluh orang berasal dari Desa Warung Peuteuy sampai di hotel. Biar hemat waktu rombongan pun langsung cabut. Enam mobil yang penuh dengan ransel berisi peralatan terbang langsung bergerak ke kaki gunung Guntur melewati jalan tanah yang sempit dan berdebu. Jalan ini adalah jalan menuju ke arah lokasi penambangan pasir di kaki gunung Guntur.
Gunung Guntur adalah salah satu gunung api yang sedang tidur, terletak sekitar 10 km dari Kota Garut. Gunung Guntur yang mempunyai ketinggian 2290 m di atas permukaan laut memang sangat ideal buat lokasi terbang. Lerengnya sangat terjal bersudut kemiringan 2- s/d 45 derajat sangat aman untuk lepas landas. Apalagi sebagian lerengnya merupakan padang rumput dan ilalang. Rupa-rupanya batu-batuan bekas muntahan lahar yang meleleh dari bibir kawah ke lereng sebelah timur itu, meskipun sudah mulai lapuk namun belum mampu melebatkan tumbuhan batang keras di sini. Batuan yang menyebar merupakan potensi pembuat thermal yang dasyat. Inilah salah satu yang menjadi pilihan mengapa Gunung Guntur cocok bagi kami yang suka terbang.
Gunung Guntur biasa disebut pula dengan nama Gunung Bunder karena bentuknya. Di bawah puncaknya masih terdapat lubang kawah yang cukup dalam menganga, di beberapa bagian masih sering terlihat asap belerang yang mengepul tipis.

Maju Tiga Langah, Turun Satu Langkah
Puncak Gunung Guntur menguning keemasan tertimpa cahaya matahari pagi ketika kaki mulai melangkah meniti jalan setapak. Dengan perlengkapan masing-masing, penerbang, porter, dan tim pendukung yang total berjumlah 28 orang menuju ke sebuah lereng di puncak Gunung Guntur. Awal perjalanan sih oke-oke saja, tetapi setelah beberapa saat berjalan, jalan setapak yang sempit mulai terasa menanjak. Perlahan tetapi pasti, rombongan yang terdiri penerbang dan pendaki dari berbagai usia ini pun terus bergerak.
“Wah pemandangannya bagus ya, lihat dulu ah ,” ujar Om Johan sambil ambil napas panjang, meski umur sudah setengah abad, si Om yang brewokan ini tetap bersemangat untuk ikut serta. Peserta lain yang merasa penat ikut-ikutan pula dengan pura-pura melihat pemandangan. “Wah iya tuh bagus banget. Yang nampak dikejauhan itu Situ Bagendit,” Ujar David yang sering dipanggil Opa oleh teman-teman terbangnya.
Ilalang tampak menari-nari dihembus angin gunung. Siluet para penerbang dan kru darat tampak bergerak di antara daun-daun ilalang yang tumbuh di sepanjang lereng gunung Guntur yang botak. Sungguh pemandangan yang menakjubkan. “Baru kali ini saya melihat pemandangan yang indah seperti ini, capek jadi hilang,” Celetuk Mas Inoel salah satu penerbang paralayang yang juga pilot Boing 747.
Kerikil lepas bekas muntahan lahar Guntur di sepanjang jalan cukup membuat sulit kaki, apalagi jalanan setapak makin menanjak aja. Setiap kaki menapak tiga langkah tak terasa selalu turun satu langkah. ”Kerikilnya membuat licin padahal sepatunya udah oke lho, ” ujar Dede anggota Tim paralayang Boogie yang termuda.
Saat melewati air terjun Citiis yang terletak di sisi kanan jalan setapak tampak banyak pendaki yang berkemah di sisi kanan kiri sungainya. Memang, buat pencinta alam di sekitar Garut, gunung ini menjadi salah satu tujuan pendakian yang cukup terkenal. Apalagi saat itu merupakan akhir minggu yang panjang yang bertepatan dengan hari Kemerdekaan RI.
“Wah ranselnya kok gede-gede banget mau kemana mas, mau kemah di atas ya, berapa lama?” tanya salah seorang pendaki yang berkemah di Air terjun Citiis. Salah satu dari kami kemudian sedikit menjelaskan tujuan bahwa kita akan terbang dengan paralayang dari gunung Guntur dan ransel gede yang kita bawa berisi parasut paralayang. “Terbang? Dengan parasut paralayang? Wah pasti asyik banget tuh…..ikutan dong mas,” ujar beberapa pendaki.
Saat kami sampai atas air terjun Citiis, puncak gunung masih tertutup kabut, angin juga masih berhembus lumayan kencang tetapi dari arah selatan. Kabut di sekitar puncak terlihat bergerak cepat tertiup angin menyisir lerengnya . “Paling-paling saat kita sampai atas kabutnya sudah hilang, jangan khawatir itu hanya sesaat!” ujar Opa David kepada anggota tim yang lain.

Pre-flight Check
Tak terasa dua jam sudah jalan setapak bekerikil dititi. Tepat pukul 9.00 rombongan anggota tim yang paling buncit sampai di sebuah punggungan yang terletak sekitar 30 menit jalan kaki dari Air Terjun Citiis. “Lumayan juga nih tanjakannya, apalagi bawa kamera segala,” ungkap Yudistira kameraman dari Metro Tivi yang ikut meliput.
Angin masih berhembus dari kanan lereng, kabut pun masih menutupi puncak. Sambil menunggu arah angin yang diinginkan dan kabut yang masih menggantung, saya dan Dedy naik ke lereng yang lebih tinggi untuk mencari tempat terbaik untuk lepas landas. “Di atas punggungan itu mungkin bagus Ded, cuma agak jauh lagi jalannya, kalau anginnya berubah dari depan tempatnya yang tadi kayaknya yang terbaik, ”teriak saya ke arah Dedy yang udah berjalan duluan.
Benar, baru berjalan 150 meter dari lokasi tim berhenti, angin mulai berubah arah persis dari depan lereng, cuma kecepatannya masih belum stabil. Windshock Boogie berwarna kuning yang dipasang di potongan ranting tampak bergoyang-goyang naik turun. Dari kejauhan David berteriak dan memberi tanda jempol yang menandakan arah sudah oke,
”Di sini aja get, udah bagus kok tinggal nunggu kecepatannya stabil,” teriak David dari atas batu besar berwarna hitam pekat itu. Tim segera berkumpul untuk upacara pembukaan. Berdiri melingkar di lereng terjal kita berdoa bersama-sama, ini tradisi para penerbang paralayang sebelum melakukan kegiatannya. Selesai berdoa, serempak anggota tim melakukan toast, dengan menyatukan tangan dan kemudian menghentakkan ke bawah bersama-sama seraya berteriak, “bravo paralayang.”
Ransel berisi perlengkapan terbang langsung dibuka. Helmet, harness, parasut, dan aksesoris terbang lainnya dikeluarkan. Sebelas penerbang langsung melakukan pemeriksaan perlengkapan sebelum terbang. Kru darat yang menyertai membantu seperlunya. Pre flight ini wajib hukumnya. Kesalahan sedikit di darat dapat menyebabkan masalah besar saat penerbang di angkasa, karenanya pemeriksaan ini harus dilakuan secara seksama dan hati-hati oleh setiap penerbang. “Talinya diperiksa tuh, banyak semak dan rumput, takut entar membelit,” ujar Idon kepada Kunun dan Anto yang baru pertama kali terbang dari ketinggian.

Diterkam Thermal.
Arah dan kecepatan angin sudah oke. Rumput dan ilalang yang berwarna kuning keemasan bergerak-gerak di tiup angin lembah. Seperti biasanya, untuk awalan selalu ada penerbang dummy yang terbang duluan untuk mencoba angin. Tak mudah tugas sebagai dummy, oleh karenanya seorang dummy biasanya orang yang sudah cukup berpengalaman dan tentu saja juga siap berkorban.
Harus berpengalaman, karena kondisi angin bisa saja “galak” dan saat itu dia harus mampu mengatasi kesulitan yang mungkin saja muncul. Siap berkorban, karena kadang-kadang kondisi angin justru belum bagus, sehingga penerbang dummy hanya terbang lurus dan langsung melayang turun. Setelah bersusah payah naik gunung, siapa yang mau hanya terbang singkat?
Setelah tengok sana sini, akhirnya ada juga yang merelakan diri jadi dummy. “Oke, saya siap jadi dummy,” ujar Dedy yang tinggal di Bandung. Parasut Bonanza berwarna pink yang bakal digunakan Dedy segera dibuka dan digelar. Setelah helmet dan harness dikenakan dan melakukan pre flight check, riser kemudian ditarik. Hanya dengan satu satu hentakan parasut langsung memerangkap angin dan menggembung, tak lama parasut buatan Korea ini pun terangkat ke atas kepala Dedy. Beberapa langkah menuruni lereng, parasut langsung melayang ke angkasa. Kini kedua kaki Dedy sudah tak menapak tanah, terbang.
“Horeeeeeee…….,” teriak yang lain sambil bertepuk tangan ketika menyaksikan Dedy lepas landas dengan empuk. Tetapi sayang meski sudah berusaha semaksimal mungkin ternyata Dedy tak dapat bertahan lama, angin yang berhembus tak mampu mengangkat parasut. Padahal saat mendekati rimbunan pohon cemara di atas tempat pendaratan Dedy sempat mendapat thermal dan berputar-putar, tetapi itu pun tak mampu mengangkat Dedy dan akhirnya mendarat setelah sekitar 20 menit melayang.
Matahari sudah mulai menyengat. Bebatuan bekas muntahan lahar membuat Guntur nampak makin liar. Beberapa saat kemudian giliran Andreas yang terbang, beruntung saat Andreas terbang angin sudah mulai bagus, buktinya begitu lepas landas Andreas langsung terangkat ke atas dan lebih tinggi dari lokasi lepas landas yang berada diketinggian 1500 meteran di atas permukaan laut.
Melihat Andreas terbang tinggi, yang lain langsung bersiap-siap. Dede yang menggunakan parasut “Medco” mengambil posisi terdepan. Menjelang Dede lepas landas angin sih biasan-biasa saja, tetapi begitu lepas landas tiba-tiba angin berhembus kencang. Dede terangkat ke atas dengan kecepatan lebih dari 5 meter/detik.
Tiba-tiba parasut Dede kolaps sayap kirinya. Mengembang lagi, gantian kanan yang kolaps separuh. Dede langsung menarik tali kemudi kiri untuk mengimbangi agar arahnya tetap lurus, berhasil. Tetapi goncangan parasut Dede di dalam arus angin naik ini tak langsung berhenti. Angin yang bertambah kencang membuat parasutnya tak bisa maju, malah sempat mundur. Kejadian tak terduga ini sempat membuat penerbang yang masih di darat jadi kecut. Suasana sempat hening, saat Dede “diterkam” thermal gunung guntur yang buas. Tampaknya thermal keras yang muncul mendadak itu adalah thermal yang sudah matang, lalu dipicu sendiri oleh gerakan Dede jadilah thermal keras.
Untung saja, meski masih yunior dari segi umur - baru 16 tahun, Dede sudah punya pengalaman terbang yang lumayan banyak. “Aku ngeri juga dan deg-degan lho saat parasut kolaps dan terbang mundur. Sempat takut, sebenarnya mau minta tolong, tetapi di atas minta tolong ke siapa?” ungkap Dede setelah mendarat. Benar kata, Dede saat seorang penerbang paralayang terbang, nasibnya berada ditangannya sendiri. Tak ada yang mampu menolong jika terjadi sesuatu di atas sana. Ketenangan mental dan ketrampilan teknis benar-benar dibutuhkan dalam olahraga ini .
Lega rasanya setelah melihat Dede kemudian dapat menguasai diri. Setelah menginjak akselerator yang berfungsi merubah sudut parasut serang agar menjadi lebih kencang, ia pun menghindar dan menjauh dari lereng dan mendekat ke arah Andreas yang terbang membubung di arah kanan lokasi lepas landas.

Warna-Warni di Atas Langit Biru
Setelah menunggu beberapa saat penerbang yang lain menyiapkan perlengkapan. Johan, Inoel, Erland, Wien Suhardjo secara berurutan terbang. Masing-masing lepas landas dengan aman, kecualI Inoel yang sempat kolaps di detik-detik awal penerbangannya. “Wah iya kerasa kolaps, aku ke bawa ke kanan, tetapi setelah diantisipasi langsung mengembang lagi,” ujarnya.
Langit biru di atas Gunung Guntur jadi meriah dihiasai parasut warna-warni, nggak mau kalah dengan hiasan 17 agustusan di jalan-jalan. Memang kegiatan penerbangan ini dilakukan tepat tanggal 17 Agustus tahun lalu. Disamping ikut memeriahkan 17-an sekaligus mengisi week end panjang.
“Kita pengin punya kegiatan yang lain dari pada yang lain untuk memperingati hari kemerdekaan, makanya kita adakan acara terbang di Gunung Guntur ini,” ungkap Anas Ridwan dari Boogie yang mendukung langsung kegiatan ini.
Angin sudah mulai stabil, thermal yang muncul sudah cukup lembut, tak kasar lagi seperti pada awal-awal pembentukkannya. Panas mulai menyengat padahal waktu itu jam menunjukkan pukul 10.00 pagi. Kunun dan Anto mendapat giliran setelah kondisi angin dianggap stabil, maklum dua orang ini paling minim pengalaman terbangnya di gunung seperti Guntur ini.
“Ayo siap-siap, mumpung angin masih bagus nih, kalau kesiangan takutnya tambah galak,” ujar Idon yang kemudian ikut membantu persiapan Kunun dan Anto.
Dengan teknik lepas landas alpine Kunun dan Anto berurutan menyusul penerbang-penerbang yang udah terbang duluan. Lewat radio Idon memberi komando agar kedua penerbang ini berhati-hati, “tetap jaga presure parasut dan jaga tetap di atas kepala. Kalau parasut ke depan, tarik togel sedikit, kalau parasut kebelakang angkat. Coba kalau denger goyang kaki,”. Dari kejauhan Kunun dan Anto tampak menggoyangkan kaki sesuai komando yang berarti komunikasi berjalan lancar.
Langit biru makin ramai. Terdengat teriakan-teriakan samar-samar dari arah Air terjun Citiis saat Wien dan Erlan terbang diatas para pekemah yang sedang asyik nongkrong dipinggir sungai kecil disebelah kiri lokasi lepas landas.
Beberapa penerbang membuat manuver berputar-putar untuk menangkap thermal. Dengan berpuitar 360 derajat itu para penerbang berusaha berada di dalam di pusat thermal agar dapat naik maksimum dan terbang makin tinggi. “Parasutku hampir kolaps, untung cepat aku kendalikan. Aku juga sempat terayun-ayun sehingga parasutku bergerak ke depan. Kalau nggak dikontrol bisa front tuck, gawat tuh,” ungkap Wien Suhardjo yang terbang pakai parasut berlogo Boogie.
Lain lagi dengan Erlan yang terbang dengan parasut bertuliskan Desslo, “ Wah asyik banget meskipun thermalnya agak kasar. Terbang ke depan malah naik terus, ya udah aku berputar aja agar tetap di dalam angin naik itu, “ ungkap Erlan yang berasal dari Sukabumi itu.
“Ini pertama kali saya terbang tinggi dan lama. Sempat ngeri juga lho habis tinggi banget, apalagi waktu dimainin thermal yang agak kasar jadi rindu tanah deh,” cerita Anto yang baru membukukan jumlah terbang ke 30 kali.

Makin Siang makin Hot
Makin siang kondisi udara makin hot. Langit biru kini dihiasai awan-awan cumulus yang berarakan. Kota Garut tampak dikejauhan. Kawasan wisata Terogong Cipanas tempat tim menginap terlihat jelas di kanan bawah. Di lokasi lepas landas tinggal 3 penerbang lagi dan kru darat. “Angin di bawah cukup kencang arah dari Selatan,” info Dedy dari lokasi pendaratan lewat handy talkie.
“Ayo kita siap-siap, kalau bisa terbang bersama-sama dan berdekatan,” ujar saya ke Idon, dan Opa David yang langsung menyiapkan parasut masing-masing. Saya berada paling depan, giliran berikutnya Opa yang akan tandem dengan Erik, dan yang terbang paling akhir adalah Idon Ramadhan.
Dengan satu hentakkan parasut Apco Allegra berwarna merah langsung mengembang sempurna. Saya periksa apakah parasut mengembang sempurna atau tidak, saya juga periksa apakah tali-tali ada yang membelit? Setelah pasti oke, langkah saya lanjutkan, hanya dengan dua langkah parasut melayang dan langsung membubung tinggi. Inilah saat-saat yang paling dramatis yang paling saya suka, yaitu detik-detik awal saat kaki lepas dari tanah untuk melayang. Bayangkan saja, kita tidak punya sayap tetapi mampu terbang seperti burung.
Udara makin panas, thermal juga makin kasar. Hanya dalam beberapa menit terbang saya langsung membubung tinggi hampir sejajar dengan puncak gunung Guntur. Saya berputar-putar untuk tetap mempertahankan ketinggian. Dari atas sana, pemandangan nampak sangat elok. Bekas lelehan lahar tampak seperti ular yang menggeliat dengan ujung lelehan persis di kaki bukit mengarah ke kawasan wisata Terogong, Cipanas, Garut.
Goyangan parasut terasa kasar, beberapa kali ujung parasut kolaps. Secara reflek tangan yang memegang tali kemudi langsung mengantisipasinya agar parasut tetap mengembang. Terbang dalam kondisi seperti ini, penerbang harus selalu aktif agar parasut tetap terjaga stabil di atas kepala kita. Dari ketinggian saya tengok lokasi lepas landas, tampak David dan Erik bersiap-siap untuk lepas landas, di belakangnya berdiri Idon yang menggunakan parasut warna pink.
Tak berapa lama, parasut tandem berwarna merah yang dikemudikan David langsung membubung setelah lepas landas. Erik si tukang foto yang jadi penumpang berteriak kegirangan saat kaki lepas dari tanah. “Oeee..aku terbang..” teriak Erik dengan dua buah kamera yang mengantung dilehernya.
Idon menyusul terbang, saat ketinggian saya dan David hampir sama. Meski terbang belakangan justru Idon lah yang lebih beruntung mendapatkan thermal yang cukup besar, karena begitu lepas landas ia langsung melejit ke angkasa dengan berputar-putar 360 derajat agar dapat naik vertikal sambil memanfaatkan angin naik, ”Cepat banget naikknya, tahu-tahu udah di atas puncak Gunung Guntur,” cerita Idon.
Kondisi udara memang sulit diprediksi, berbeda waktu lima menit saja kondisi udara bisa sangat berbeda, bisa membaik atau malah memburuk. Kalau membaik yah tentu saja oke, tetapi kalau memburuk ya terpaksa harus menunggu lebih lama lagi, tetapi inilah olahraga paralayang yang sangat tergantung dengan alam.
Terbang di angkasa memang mengasyikkan, tetapi terbang tentu ada batasnya. Saat kehabisan angin atau badan sudah lelah, saatnya penerbang menuju ke tempat pendaratan. Sebagian besar penerbang yang ikutan kali ini, baru pertama kalinya terbang dari Gunung Guntur sehingga di mana harus mendarat menjadi sebuah pengalaman baru dan bagi mereka.
Target pendaratan utama adalah kompleks penambangan pasir yang nampak jelas dari lokasi lepas landas. Dari puncak gunung, tempat pendaratan itu seperti dataran yang luas, padahal sebetulnya banyak gundukan-gundukan pasir dan kerikil yang siap diangkut serta lubang-lubang bekas galian.Satu persatu para penerbang itu pun mendarat dengan empuk di antara gundukan-gundukan tersebut. Lengkap sudah petualangan mendaki sekaligus terbang, begitu kaki menjejak tanah. Senyum lega dan rasa puas terpancar di wajah para penerbang itu. Saya pun lalu terkenang kembali saat pertama kali terbang dari puncak gunung ini sepuluh tahun yang lalu, dan kenangan itu pun kini bertambah kembali. Kami harus kembali lagi esok! Bravo Paralayang!! (Gendon Subandono, Foto: Eriek/Boogie)

Bisnis Sukses, Hobby Jalan Terus

Posted in
Bisnis Sukses, Hobi Jalan Terus
Banyak kisah sukses mereka yang mengawinkan hobi dan bisnis. Salah satunya, Anas Ridwan. Ia sukses di bisnis dan tetap melanjutkan kegemarannya bertualang di alam bebas. Lihat saja gaya anak gunungnya berikut Land Rover tahun 1960-an yang menjadi tongkrongan resminya. Padahal, lelaki berusia 34 tahun ini pemilik perusahaan PT Boogie Advindo (BA), produsen perlengkapan outdoor merek Boogie -- merek yang tak asing di telinga pehobi kegiatan outdoor.
Kelengkapan dan kualitas Boogie tidak kalah dari produk impor. Harap maklum, sebagian besar bahan baku produk ini memang masih impor. Boogie Advindo memproduksi sandal, tas dan ransel, aksesori, celana dan kemeja lapangan, perahu karet, pelampung, drybag, sepatu dan kantong tidur. Semuanya untuk kegiatan penjelajahan alam. Hasil riset menunjukkan, Boogie menempati urutan ketiga untuk produk kegiatan outdoor di pasar setelah merek Eiger dan The North Face.
Usaha Anas berawal dari hobinya berkelana di alam bebas. Usianya masih 13 tahun ketika ia jatuh cinta pada alam bebas. Selanjutnya, ia bergabung dengan Wanadri, kelompok pencinta lingkungan termasyhur di Bandung. Saat diwawancara SWA, Anas mengaku baru saja pulang dari Bandung mengikuti pelantikan anggota baru Wanadri.
Bagi Anas, bisnis dan hobi bisa saling mengisi. Melalui hobi, ia bisa bekerja dan bahkan memperoleh keuntungan. Sebaliknya, ketika merasa jenuh dan capek, ia dapat mengisi waktu dengan bertualang. "Bagi saya, bisnis ini lebih pada sisi nilai tambah suatu produk, bukan semata-mata uang," ujarnya. Ia menyadari betul, dirinya tidak punya bakat dagang. "Motivasi saya sebenarnya adalah punya aktivitas yang menghasilkan. Juga, ingin membuktikan anak gunung pun bisa berhasil," tegasnya.
Pikiran untuk berbisnis mulai muncul ketika berlangsung kompetisi terjun Boogie (terjun payung) di Pantai Kuta, Bali, pada 1990. Di ajang kelas dunia ini, Anas melihat para penerjun payung dunia memakai sandal sport merek Teva. Desainnya yang menarik menggugah keinginannya membuat sandal serupa. Maka, bermodalkan uang saku Rp 100 ribu, ia meminta seorang tukang sol keliling membuatkannya sandal serupa Teva. "Pokoknya, berapapun biayanya," jawab Anas ketika si tukang sol mengemukakan biaya pembuatannya. Padahal, uang di kantongnya hanya Rp 100 ribu.
Sejak itu, Anas mempekerjakan seorang tukang sol keliling untuk memproduksi tiga pasang sandal gunung setiap hari. Sandal ini kemudian dijajakan di kalangan terbatas seharga Rp 17.500-22.500/pasang. Tidak sulit baginya menjual produknya sebab modelnya memang bagus. Namanya juga jiplakan. Alhasil, melalui distribusi teman-teman sesama pecinta alam, sandal kreasi Anas selalu laku terjual. Empat bulan kemudian, ia mencoba meningkatkan kapasitas produksi dengan mempekerjakan lima tukang sol. Produksinya pun meningkat menjadi sekitar 15 pasang/hari. Begitu seterusnya, selama dua tahun Anas memfokuskan produksinya pada sandal gunung -- demikian kalangan pencinta lingkungan menyebut produk Anas -- hingga tukang solnya mencapai 15 orang dengan produksi 50 pasang/bulan pada tahun kedua. Harga pun semakin meningkat hingga Rp 45.000/pasang. Dari harga, Anas mengambil keuntungan 20% per pasang.
Di tahun ke-10 usahanya, total produksi sandal Boogie mencapai 5 ribu pasang/bulan. Tentu saja, tak semua pekerjaan dikerjakan sendiri tetapi juga lewat kemitraan dengan beberapa perajin sandal yang mengerjakan sekitar 60% dari total produksi. Mitra yang dimaksud adalah 7 perajin -- satu perajin terdiri atas dua pekerja.
Lulusan Akademi Pimpinan Perusahaan, 1992 ini mengaku sering menghadapi kendala dalam menjalankan usaha. Terutama, dalam hal pembiayaan. Pasalnya, kalangan perbankan di Tanah Air masih berorientasi komersial, seperti harus ada jaminan sertifikat dan sejenisnya dan bukan pada prospek usaha. Anas mengaku perusahaannya sering diabaikan oleh pihak bank. Selain itu, kebijakan Pemerintah dalam pembinaan industri kecil dinilai Anas hanya berada pada tataran permukaan. "Sering kali tidak nyambung. Mereka tak menyesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Jadi, asal jalan saja," ujarnya mengeluh.
Dikecewakan bank, Anas tidak putus asa. Pada tahun ketiga usia perusahaannya, ia mengembangkan produknya dengan memproduksi tas ransel, drybag, dompet, sepatu tracking, pelampung, tenda dan berbagai aksesori kegiatan pecinta alam. Tahun 1996, ia berani memproduksi perahu karet. Padahal, jarang ada perusahaan yang mampu memproduksi perahu karet seperti itu. Bahkan, saking langkanya, ketersediaan perahu karet pada olahraga arung jeram sangat terbatas. Untuk memproduksi perahu karet, lelaki kelahiran Bogor ini rela terbang ke Taiwan untuk menimba ilmu. Namun, tak ada kesempatan mengembangkannya, sehingga ia melirik perusahaan sepatu yang membuat perahu penyelamat dan arung jeram, PT Heejo Indo. Anas kemudian menjadi penyalur perahu arung jeram perusahaan itu.
Impian membuat perahu karet akhirnya kesampaian atas bantuan seorang karyawan Heejo Indo dan modal Rp 5 juta. Namun, lagi-lagi cobaan datang sebab teman-temannya ragu menggunakan perahu buatannya. Sebaliknya, seorang warga negara Australia, James Casey -- karyawan perusahaan pertambangan Scorpion di Kalimantan -- membeli tiga perahu karet buatannya berikut perlengkapannya.
Hampir bersamaan, Heejo Indo bangkrut. Seluruh peralatan perusahaan ini dibeli Anas dan beberapa karyawannya direkrut ke Boogie Advindo. Untuk produksi, Anas mengeluarkan dana Rp 25 juta buat membangun ruang oven yang mutlak diperlukan dalam membuat perahu karet. Hanya dalam tiga tahun, Boogie Advindo berhasil memproduksi 90 perahu karet, dan terjual 20-30 unit/tahun seharga US$ 1.000/unit untuk jenis Rahong dan US$ 1.100 untuk Maskot. Keuntungan besar mulai tampak di depan mata. Pesanan dari Jawa, Bali, Aceh, Toraja bahkan Malaysia mulai berdatangan. Hebatnya, ia mampu menyelesaikan order-order ini hanya dalam lima hari meskipun harus menjahitnya sendiri.
Namun, kontributor terbesar pendapatan Boogie Advindo tetap berasal dari sandal gunung (40%), diikuti tas (40%), dan 20% dari jenis produk lain seperti aksesori, tenda, pelampung dan perahu karet. Untuk tas, prestasi Boogie terbilang bagus dengan menguasai 20% pangsa pasar kategori perlengkapan outdoor. Sementara itu, 60% dari total produksinya terjual ke wilayah Jawa dan sisanya dipasarkan di Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan. Untuk ekspor, meskipun bersifat insidental, pasar terbesar Boogie adalah Malaysia, Singapura, Jepang dan Australia.
Kini, Anas berencana membuka gerai di beberapa daerah lainnya selain gerai yang telah ada di beberapa kota besar di Indonesia. Di dalam negeri, Boogie Advindo menggunakan sistem rekanan dalam membuka gerainya. Pasar ekspor ternyata menjadi perhatian khusus Anas. Targetnya, beberapa gerai akan dibuka di negara-negara ASEAN paling lambat tahun 2003. Untuk merealisasi rencana itu, beberapa langkah telah dilakukan. Misalnya, meningkatkan kualitas SDM dengan mengirim beberapa karyawan mengikuti kursus manajemen di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Manajemen, Menteng, Jakarta. Untuk ini, manajemen Boogie Advindo mengeluarkan dana sebesar Rp 20 juta/tahun.
Boogie Advindo juga telah membuat situs web www.boogieadvindo.com agar produk Boogie lebih dikenal luas hingga ke luar negeri. Gayung bersambut, sebab banyak permintaan datang dari Jepang dan Australia setelah membaca situs ini. Untuk meraih pasar baru, perusahaan ini menawarkan keanggotaan klub Boogie Advindo kepada kalangan pecinta alam. Dengan menjadi anggota, yang bersangkutan akan mendapat diskon harga khusus untuk produk-produk Boogie.
Menurut Anas, hal pertama yang dilakukannya adalah meningkatkan kualitas produk. "Boogie is quality," tegasnya. Kedua, menjual langsung melalui mobil Land Rover Merah (tahun 1970-an) yang bertuliskan "Cepat & Andal Melayani Pelanggan Camp", baik di Senayan maupun pada acara-acara yang berhubungan dengan kegiatan pecinta alam. Kemudian, meningkatkan frekuensi keikutsertaan mereka sebagai sponsor dalam berbagai kegiatan. Terakhir, membantu konsultasi, pelatihan dan informasi seputar kegiatan pecinta alam, khususnya arung jeram.
Satu hal yang sangat diyakini awak Boogie Advindo adalah produk-produk mereka bukanlah produk trendi, penekanannya lebih pada fungsi dan kualitas. Buktinya, walaupun krisis melanda Tanah Air pertengahan 1997, bisnis Boogie tidak terpengaruh sama sekali. Sebaliknya malah meraih untung. "Bagi kami, untung besar nomor sekian. Yang penting, kesinambungan usaha," jelas Anas. Sikapnya yang cenderung hati-hati dan sederhana, ditularkan kepada sekitar 70 karyawannya. Tanpa gembar-gembor, kini ia tengah menawarkan program pembangunan perumahan karyawan, yang berlokasi di dekat kantor Boogie Advindo di Jalan Talang Raya, Bogor.
Anas mengakui, pertumbuhan perusahaannya yang demikian cepat juga akibat konflik yang terjadi di tubuh Alpina, produsen produk serupa. Redupnya sinar Alpina membuka kesempatan bagi pemain lain, termasuk Boogie, untuk masuk pasar. Tak heran jika kemudian banyak pemain baru yang muncul memperebutkan pasar yang ditinggalkan Alpina. Maklumlah, Alpina pernah merajai pasar nasional untuk produk sejenis.
Guna menerobos pasar yang lebih besar, manajemen Boogie Advindo mengupayakan berbagai strategi, termasuk melakukan kegiatan below the line seperti mensponsori kegiatan pecinta alam. Salah satunya, menjadi sponsor atlet International Kayak Festival di Asahan, 2002. Boogie Advindo kini juga sedang membina tiga atlet pencinta alam terbaik nasional. Pertengahan tahun ini, Boogie Advindo mengembangkan usaha dengan membuka BoomAdventure di daerah aliran sungai Palayangan-Pangalengan, Jawa Barat, meliputi arung jeram, kayaking, paralayang, sepeda gunung, tracking, canyoning, bananboat dan war games. Tujuannya tentu saja untuk lebih memasyarakatkan produk Boogie.
Segmen pasar Boogie selama ini adalah pelajar/mahasiswa, penggemar ekstrakurikuler kegiatan alam dan perusahaan outbound atau arung jeram. Strategi lain yang ditempuh Boogie Advindo, menerapkan sistem waralaba, yang dimulai di Lampung dan Cianjur, menyusul kemudian di Bekasi.
Alamat : Jl. Talang Raya No. 28, Bogor, Jawa Barat. Telepon (0251) 8371443, 8337403. Faksimil : (0251) 8377560. E-mail : boogie@wasantara.net.id. Website : www.Boogieadvindo.com dan www.boogie.co.id.

Anas Ridwan (Boogie)

Posted in
Ada berbagai macam cara yang ditempuh oleh para pengusaha dalam memulai bisnisnya. Ada yang mulai karena terdesak kebutuhan, tidak puas dengan statusnya sebagai karyawan, namun ada juga yang memulainya dari hobi kemudian dibisniskan. Anas Ridwan, pemilik PT. Boogie Advindo (BA) perusahaan yang memproduksi berbagai macam perlengkapan untuk berkelana di alam bebas (dari mulai sandal hingga perahu arung jeram) adalah salah satu pengusaha yang memulai bisnis dari kegemarannya. Hal ini bermula dari kesukaannya berpetualang di alam bebas.
Kemudian ia bergabung dalam Wanadri, kelompok pecinta alam di Bandung. Awalnya, tidak terpikirkan olehnya hobi tersebut akan mendatangkan uang. Bisnis dari hobi tersebut mulai terlintas di benaknya ketika berlangsung kompetisi terjun payung di Pantai Kuta, Bali, tahun 1990. Saat itu yang menarik perhatian Anas adalah desain sandal yang dipakai oleh para penerjun. Ia mulai berpikir untuk memproduksi sandal serupa.

Modalnya waktu itu hanya semangat dan sedikit uang, Rp 100 ribu. Ia mulai dari memproduksi sandal. Untuk memproduksi Anas mengajak tukang sol sepatu keliling untuk bekerjasama. Mulanya hanya satu orang tukang sol yang ia pekerjakan, lama kelamaan meningkat menjadi 15 orang. Begitu juga dengan produksi sandalnya, dari mulai 3 pasang setiap harinya, kemudian meningkat hingga 15 pasang. Distribusi pun ia rancang sedemikian rupa, ia salurkan melalui teman-teman sesama pecinta alam. Hal ini berlangsung satu tahun.

Ketika pesanan bertambah banyak, ia kemudian menjalin kerjasama dengan pada perajin. Tidak puas bermain di sandal, Anas mencoba mengembangkan produksi usahanya. Di tahun ketiga ia merambah tas ransel, sepatu gunung, dry bag, dompet, pelampung, tenda dan pernak-pernik petualang lainnya. Karena sikap optimisnya, Anas terus mengembangkan usaha, sehingga pada tahun 1996 ia pun melirik produksi perahu karet. Padahal, waktu itu masih sangat jarang perusahaan yang memproduksi perahu karet. Kebanyakan pengguna perahu karet mengimpornya dari luar negeri. Namun impian tersebut tidak langsung terwujud . Ia pun mengisinya dengan menjadi penyalur perusahaan yang memproduksi perahu penyelamat dan arung jeram, PT. Heejo Indo.

Ketika Heejo Indo bangkrut, Anas membeli seluruh peralatan perusahaan tersebut dan merekrut beberapa karyawannya. Akhirnya, hingga saat ini Boogie menjadi satu-satunya perusahaan yang memproduksi perahu karet di Indonesia. Walaupun pada awalnya banyak yang meragukan perahu karet buatan bapak satu anak ini, namun lama kelamaan, berkat keoptimisan dan kerja kerasnya, akhirnya usaha ini pun berkembang. Harga perahu yang dijualnya berkisar 15 hingga 24 juta.

Saat ini Anas memberikan perhatian khusus untuk perahu karetnya. Akhir tahun 2003 ia membangun lagi sebuah pabrik berlantai dua khusus untuk pembuat perahu karet. Ada yang unik di pabrik perahu karetnya, karena seluruh karyawan yang berjumlah sepuluh orang adalah perempuan. Ada alasan khusus?

“Sewaktu saya ke Vietnam, Korea, saya melihat seluruh karyawan di pabriknya adalah perempuan,” jelasnya. “Untuk penjualan perahu, Anas menetapkan beberapa pelayanan khusus, diantaranya reparasi khusus untuk perahu karet produksi Boogie. Anas juga memberikan potongan harga kepada mahasiswa untuk reparasi ini, 1/3 dari harga beli. Pelayanan perbaikan ini merupakan kelebihan dari Boogie. Kalau kita beli dari luar reparasinya sulit dan biayanya pasti mahal ,” terangnya. Bagi orang-orang yang tidak mampu membeli cash namun ia mengetahui kredibilitas orang tersebut, ia bisa saja memberikan kredit’. “Namun ini bukan bagian dari program, hanya di saat-saat tertentu saja,” tegasnya.

Hingga kini penjualan Boogie telah merambah ke seluruh Indonesia. Untuk distribusi Boogie memakai sistem rekanan dalam membuka gerainya. Bahkan kerjasama dengan Daarut Tauhid, Bandung, juga dilakukan. Salah satunya terwujud melalui pembuatan kartu diskon bersama, yaitu MQ Cards. Setiap orang yang memakai kartu tersebut mendapat diskon 10% untuk pembelian produk Boogie, kecuali untuk perahu, di gerai dan saung Boogie yang ditunjuk, dan 10% hingga 35% untuk pembelian di merchant yang memasang logo MQ Cards.

Membentuk sebuah komunitas juga dilakukan oleh Boogie dengan mendirikan sebuah klub yang diberi nama KlubBoogie, yaitu sebuah kelompok kegiatan alam bebas dan kelestarian lingkungan hidup. Klub yang mempunyai motto ”sehat di alam bebas” ini terbuka untuk siapa saja, yang menyukai petualangan di alam bebas. Mensponsori berbagai kegiatan pencinta alam juga dilakukan oleh Boogie hingga saat ini. Selain itu Boogie juga sudah menetapkan sistem waralaba untuk pembukaan beberapa cabangnya.

Perusahaan yang mempunyai segmen remaja ini selalu mementingkan fungsi dan kualitas di atas segalanya. Karena itulah meskipun di saat krisis melanda bisnis Boogie tidak terpengaruh sama sekali. Padahal semua hanya bermula dari sebuah hobi. Jadi siapa yang berani meremehkan arti hobi?

sumber : http://pojokniaga.wordpress.com

Tentang Boogie

Posted in

Boogie Advindo mulai berdiri sejak tahun 1991 dan bermarkas di Bogor, Jawa Barat. Boogie Advindo adalah salah satu produsen peralatan petualangan dan olahraga alam bebas yang terbesar di Indonesia yang telah berpengalaman memproduksi peralatan petualangan dan olahraga alam bebas lebih dari 14 tahun.

Sandal gunung merupakan produk pertama kami, namun dengan berkembangnya waktu dan keinginan untuk ikut menyemarakkan dunia petualangan di Indonesia, kami kemudian juga memproduksi perlengkapan olahraga alam bebas lainnya seperti sepatu gunung, ransel, perahu karet, pelampung, dan pernak-pernik petualangan lainnya.

Kenyamanan, keamanan, dan harga yang terjangkau bagi masyarakat luas merupakan komitmen kami. Kami tak hanya mahir dalam memproduski berbagai perlengkapan alam bebas tersebut, kami juga pelaku aktif petualangan dan olahraga alam bebas, sehingga secara langsung kami juga mengetahui apa kebutuhan setiap para petualang.

"Kebersamaan. Kualitas Utama" adalah moto kami. Nilai kebersamaan yang menjadi budaya perusahaan Boogie Advindo tak hanya menjadi nilai yang berlaku bagi para karyawan Boogie, melainkan juga nilai yang akan diberikan untuk para pelanggan Boogie dalam berbagai bentuk kegiatan lingkungan dan sosial kemasyarakatan.

Under and upper Water

Posted in

The last day`s we spend whit lot`s of diving and cruising with our inflatable boat.
With 4 diving bottles and the whole dive equipment for us two we went from quadra Island to the HMCS Columbia. The old Warship is high on the top list of our best dives. we been twice down on 25 meters for about 50 minutes with our dry and phils (Semi dry suit) while 11 degrees celsius. brrr we where happy to spend the lunch with sun and warm up for the next dive…
Today we been in Telegraph cove and went out about 35 kilometer with our boogie boat. we spot a hand full of dolphin and lot`s of Orcas too close our small boat… was too nice
Now we are looking forward to one of worlds famous dive spot`s up here near Port Hardy. The Browning wall famous for it`s full of life and explored from J Cousteau it is definitely the place to be for us. Tonight we will go for a night dive to find the wolf eel and the octopus. We will see what`s next…
check out our new gallery of the Orca`s